Jumat, 26 November 2010

Ulil Albab - Part I

Jakarta, 7 Desember, 2009
“Madrasah Aliyah Ulil Albab…”, ucap seorang pria yang baru saja keluar dari sebuah mobil mewah berwarna merah. HP di tangan kanannya bergetar, “Assalamu alaikum, Muhammad di mana kau sekarang ?”, “wa alaikum salam warahmatullah, aku baru saja masuk tol.” Jawab suara dibalik telpon tersebut, “bagaimana kabar istrimu, Humaira, apa dia ikut juga ?”, sebuah pertanyaan singkat yang sangat bersahabat terucap dari mulut pria itu, “oh, tentu saja dia pasti ikut mana mungkin dia tidak ikut, bukankah kali ini kita akan mengunjungi tempat yang berkontribusi banyak bagi kita…”, jawab Muhmmad, “Yah, tempat ini dan orang-orang di dalamnya telah banyak memberikan kontribusi bagi hidup kita, terutama pria itu… Man I miss that guy so much…”, jawab pria tersebut dengan nada yang menyimpan banyak kerinduan, “ haha… so do i.”, “ oh iya, be quick we don’t have much time left, “time is money” begitu kan yang diajarkan olehnya.”, “haha… iya, kau masih seperti Abu bakar yang kukenal. Oh, iya sudah dulu yah… wassalam.”, “wassalamu alaikum warahmatullah.” Jawab pria tersebut sembari mematikan telpon genggamnya.
Sekali lagi pria itu memandang bangunan sekolah itu dengan sebuah pandangan yang tajam dan sebuah senyuman yang melekat di bibirnya, seakan kembali ke satu titik di masa lalu, kembali menyusuri ruang waktu ke 15 tahun yang lalu.

Jakarta, 5 Juli, 1994
Sambil menengok ke arah jam tangannya seorang anak berlari secepat yang dia bisa, 7:25 angka itu yang ditunjukkan oleh jam tangannya ketika dia melewati pintu gerbang sekolah, “he..he..he… tepat waktu, hampir saja aku terlambat.” Ucap anak tersebut sembari mengatur nafasnya, “Kelas I Madrasah Aliyah Ulil Albab.” Tertulis dengan jelas di lengan kanan anak itu, sembari meluruskan kopiah yang dikenakannya anak tersebut melangkah dengan yakin menuju ruang kelas, tempat ia akan menerima pelajaran pertamanya sebagai seorang siswa Aliyah.
“Assalamu alaikum.”, ucapnya ketika memasuki ruang kelas tempat ia akan belajar. Matanya memandang mengitari setiap pojok kelas dengan sedikit keheranan, matanya hanya menangkap tiga orang manusia di dalam kelas itu sekali lagi dia melihat jam ditangannya, 7:30, “wa alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.” Jawab seorang pria dengan nada yang sangat lembut, “silahkan duduk nak.”, dengan ragu anak tersebut melangkah dan memilih kursi paling depan tepat di sebelah teman sekelasnya, “Hay, namaku Muhammad, Muhammad Mustafa.”, sebuah perkenalan yang hangat harus dimulai secepatnya piker anak itu, “Oh, aku Abu Bakar.”, “hmm.. hebat juga anak ini, dia adalah siswa yang pertama yang datang ke kelas ini.” Gumam Muhammad dalam hatinya.
“kita tunggu sepuluh menit lagi yah anak-anak, oke ?”, ucap guru tersebut dan memang perkiraan guru itu amat tepat sebagian besar siswa baru mulai berdatangan. “Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, welcome to this school, nama saya Sudirman Santoso, saya mengajar bahasa Inggris di sini.”, “apa bahasa Inggris, kenapa harus ketemu harus ketemu bahasa Inggris di hari pertama sekolah sih.”, ucap Muhammad dalam pikirannya. Sesekali dia melihat ke arah Abu bakar yang sepertinya menunjukkan keenggangan untuk belajar bahasa Inggris, “Pasti dia sama denganku dalam pelajaran ini, yang kalo kata orang sana STUPID. Haha… setidaknya aku punya teman.”, pikirnya.
“Abu bakar.”, ucap guru tersebut semberi mengecek absensi yang dipegangnya, “Aisyah Al-Humairah.”, “oh… ternyata nama anak itu Aisyah yah…” gumam Muhammad sembari melihat kepada seorang anak gadis yang mendahuluinya datang ke kelas, “Muhammad Mustafa”, segera Muhammad mengangkat tangannya. “Hey, Abu bakar kau mengerti dengan bahasa Inggris, jujur aku paling tidak bisa bahasa Inggris… hehe…”, ucap Muhammad membuka percakapan konyolnya sebagai penghilang bosan di kelas. “yah, seharusnya aku tidak masuk kelas hari ini.”, jawab Abu bakar seakan bahasa Inggris adalah hal yang paling ia benci.
30 menit kelas berjalan dan yang ditangkap oleh kedua anak itu hanya hal aneh, “bal-beol was-wes-wos tang-teng-tong…”, kata-kata itu yang tertangkap oleh indra pendengaran kedua anak itu. Kelas telah selesai dan pak Dirman – yah itu adalah nama panggilan dari Bapak Sudirman Santoso – telah keluar dari kelas beberapa menit yang lalu, satu hal yang bisa tertangkap dari wajah kedua anak itu “SUNTUK”, sedetik kemudian mereka berdua berpandangan dan hal yang pertama mereka lakukan adalah saling mentertawakan nasib mereka hari itu. Dari pertemuan awal dengan pak Sudirman akan banyak hal luar biasa yang terjadi dengan mereka berdua dan akan mengubah hidup mereka, sebuah kombinasi unik antara persahabatan, takdir dan BAHASA INGGRIS.
Hari-hari berlalu seperti biasa, hingga suatu ketika perjalanan takdir membawa mereka ke dalam sebuah petualangan hidup yang baru. “Muhammad…”, seru seorang anak yang baru saja memasuki ruang kelas, “yah, ada apa ?”, “kau dipanggil oleh pak Dirman dan disuruh ke ruang guru sekarang.”
“oh, sial pasti karena nilai bahasa Inggrisku yang jelek. Lagipula sebenarnya itu bukan salahku, ada tiga hal yang harus disalahkan di sini, pertama, takdir yang membuat bahasa Inggris masuk ke Indonesia, kedua, kemampuan bahasa Inggrisku sendiri, dan yang ketiga guru itu.”, ucap Muhammad dalam perjalanannya menuju ruang guru.
“hey, Abu bakar apa yang kau lakukan di sini ?”, Tanya Muhammad agak heran melihat Abu bakar berada di ruang guru, “aku dipanggil oleh pak Dirman, kau sendiri ?”, jawab Abu bakar sembari kembali bertanya. “yah kita datang dengan alasan yang sama.” Tiba-tiba Aisyah datang memasuki ruang guru. “Aisyah kau juga dipanggil oleh pak Dirman ?” Tanya Muhammad kepada Aisyah yang baru saja masuk, “iya, kira-kira ada apa yah ?”, ucap Aisyah, “kurang tau juga sih.”, “Assalamu alaikum, anak-anak.” Ucap pak Dirman yang muncul tiba-tiba. “wa alaikum salam warahmatullah wabarakatuh, sir.”, ucap mereka bertiga serempak. “Jadi begini anak-anak, kalian bertiga saya pilih untuk mengikuti lomba debat bahasa Inggris yang akan dilaksanakan tiga bulan lagi.”, ucap pak Dirman langsung ke pokok pembicaraan. Seketika muncul dua ekspresi dari ketiga anak tersebut, pertama ekspresi kebahagiaan yang terpancar dari wajah Aisyah – dia memang pandai dan senang dengan bahasa Inggris – dan ekspresi kedua, sebuah ekspresi nestapa yang muncul dari wajah Muhammad dan Abu bakar. “tapi, pak saya tidak bisa bahasa Inggris pak, nilai ulangan saja paling tinggi 7 dan rata-ratanya 6,0 pak.” Ucap Muhammad dengan keberatan yang sangat, “sama pak, saya juga.” Ucap Abu bakar mendukung pernyataan Muhammad. “tapi saya tidak menemukan ada syarat anak yang mengikuti lomba harus memiliki nilai di atas delapan, oh iya dalam kelompok ini yang menjadi ketua adalah Muhammad dan kita akan memulai latihan intensif tiga kali setiap minggu, terima kasih anak-anak atas pengertian kalian.”, ucap pak Dirman dengan sebuah senyuman khasnya, “sama-sama pak, yang harusnya berterima kasih saya pak karena sudah dipilih.”, kata-kata yang jelas hanya keluar dari mulut Aisyah. “hari-hari neraka dimulai !!!”, ucap Muhammad kepada Abu bakar setelah pak Dirman keluar ruangan, “he’eh.”, sebuah jawaban singkat, padat, dan penuh dengan kenestapaan diucapkan Abu bakar.
Hari pertama latihan intensif telah dimulai yang berarti telah dimulai pula hari-hari kenistaan dan kenestapaan bagi Abu bakar dan Muhammad, yah kedua sahabat itu bagaikan susu dan kopi terhadap bahasa Inggris, hitam dan putih, pahit dan manis, intinya mereka sangat membenci atau mungkin sangat bebal(untuk lebih halus) terhadap pelajaran ini.
“Assalamu alaikum.”, ucap seorang pria yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu, yah dia adalah bapak Sudirman Santoso, “wa alaikum salam warahmtullah, sir.” Jawab ketiga anak itu serempak. Tanpa basa-basi pak Sudirman mengambil sebuah kapur tulis dan menuliskan sebuah angka atau lebih tepat disebut tanggal, di papan tulis yang ada “7 Desember 2009.” Kemudian pak Sudirman membuka percakapan singkat “anak-anak kalian tahu mengapa saya menuliskan tanggal itu di papan ? “, semua mata seakan menunjukkan hal yang sama “Tidak tahu.”, sebagai seorang guru pak Sudirman mengetahui hal tersebut, yang kemudian disusul oleh sebuah pernyataan “kalian tidak perlu tahu itu sekarang, karena suatu saat saya akan memberitahukannya kepada kalian, yang mesti kalian lakukan sekarang adalah menuliskan tanggal tersebut besar-besar di buku kalian, oke ?”, dengan kepatuhan yang amat ketiga anak tersebut menuliskan tanggal tersebut di bagian terdepan buku mereka.
Sekali lagi hari itu yang didapatkan oleh mereka adalah “was-wes-wos… pank-penk-ponk… bla-ble-blo…”, kecuali Aisyah yang terlihat paling faham di antara mereka bertiga dan memang dia yang paling faham di antara mereka bertiga, tapi di balik itu semua ada hal berbeda yang mereka dapatkan : sebuah catatan tanggal yang tadi dituliskan oleh pak Dirman, sebuah tanda tanya besar bagi mereka bertiga yang suatu saat akan menjadi hari paling bersejarah dalam hidup mereka.
Hari-hari latihan telah mereka lewati dan dalam beberapa hari lagi mereka sudah harus mengikuti lomba tersebut, sedikit banyak sebanarnya Muhammad dan Abu bakar sudah mulai mengerti tentang bahasa Inggris, tapi tetap saja mereka berdua belum siap untuk lomba itu apalagi dengan sangat mengejutkan pak Dirman memilih Muhammad sebagai pembicara pertama, yang berarti nasib tim tersebut ditentukan oleh dua hal : takdir dari-Nya dan Muhammad sendiri.
Hari H sudah tiba dan dengan keyakinan mantap pak Dirman memandang anak-anak asuhannya sembari menyunggingkan senyum paling baik yang dimilikinya, seakan-akan senyum itu berkata “kalian bisa menang dan aku yakin dengan hal itu.” Bagi Aisyah hal itu adalah sebuah pemicu semangat walaupun dia masih menyimpan berbagai macam tanya mengenai keputusan pak Dirman, tentang mengapa beliau memilih Muhammad sebagai pembicara pertama, yah mungkin untuk pelajaran di kelas Muhammad dan Abu bakar sudah membaik, nilai-nilai mereka sudah berada di antara angka 7 dan 8, namun tetap saja menurut Aisyah ini adalah lomba yang tidak sesederhana pelajaran di kelas dan karena hal itu juga dia telah berkali-kali meminta pak Dirman agar menjadikan dia pembicara pertama dan setiap kali itu pula pak Dirman menjawab “kau akan tahu mengapa aku memilih Muhammad sebagai pembicara pertama sekaligus ketua grup ini.”, senyum itu tentu saja memiliki arti buat Abu bakar dan Muhammad, yaitu “guru ini gila, kenapa dia masih bisa tersenyum padahal kekalahan sudah bersifat absolut seperti satu tambah satu sama dengan dua.”, yang tentu saja walau berpikir seperti ini mereka berdua tetap berusaha membalas dengan sebuah senyum paling hangat dan paling optimis yang mereka bisa.
Lomba berlalu dengan cukup “aneh”, karena grup mereka seakan tak bisa membalas serangan dan argumen-argumen dari grup lawan, apalagi Abu bakar sebagai pembicara kedua, argumen yang bisa dia tangkap dari lawan hanya “this house believe that abortion is bla..bla…bla…”, sehingga jawaban yang bisa diberikan menjadi “actually i totally ee… disagree with ee…your opinion about ee…”, sehingga hasil dari pertandingan itu mengikuti teori mutlak Muhammad, yaitu (Muhammad + Abu bakar) X lomba debat bahasa Inggris = kekalahan mutlak, tentu saja Aisyah tidak masuk dalam teori bodoh itu, namun satu hal yang tidak diketahui Muhammad tentang teotri bodoh itu, bahwa suatu saat teori itu akan berubah 180 derajat dari sekarang.
Lomba tersebut telah memberikan hasilnya, namun ada hal aneh yang membuat mereka bertiga bingung, yaitu pak Dirman, mereka sudah tahu betul bahwa hasil seperti ini sudah diketahui oleh pak Dirman, namun tetap saja dia masih memancarkan wajah ketenangan yang sama tanpa kegundahan sedikitpun, tapi mereka tidak terlalu memikirkannya apalagi Muhammad yang berpikir bahwa dengan hasil ini tugasnya telah selesai, yah itu pikirnya namun bukankah Allah punya takdir-Nya sendiri bagi mereka bertiga…
Dalam perjalanan pulang pak Dirman tersenyum dengan sedikit jenaka dan… aneh untuk mengatakannya, tapi senyuman itu menenangkan terutama bagi mereka bertiga. Pak Dirman kembali membuka sebuah perbincangan untuk mencairkan suasana, tapi bukan itu intinya karena kata-kata terakhir pak Dirman membuat wajah Muhammad dan Abu bakar kembali menjadi sangat aneh dan menyedihkan, terlihat seperti seseorang wanita yang sedang melahirkan seorang anak. Dengan tenang beliau berkata “Tahun depan kita datang lagi yah, dan saya ingin kalian bisa lebih baik dari lomba kali ini, oke ?”, yang mau tidak mau diamini oleh mereka bertiga, yah mau untuk Aisyah dan tidak mau untuk Muhammad dan Abu bakar.
Sehari setelah perlombaan pak Dirman memanggil Abu bakar ke ruangannya dan berbincang dengannya, “duduk anakku.”, katanya tenang kepada Abu bakar sembari menunjuk sebuah kursi kayu di depannya. Abu bakar duduk dengan menyimpan sebuah tanda tanya mengapa ia sampai dipanggil oleh pak Dirman, “jadi, begini Abu bakar, kemarin kau sudah melihat siapa yang berhasil memegang piala kemenangan itu, bukan ?”, ucap pak Dirman yang dibalas dengan anggukan kecil dari Abu bakar, “apakah kau tak merasa iri ?”, tanya pak Dirman kepada Abu bakar, “yah, tentu saja pak, maksud saya pak selama ini saya merupakan tipe orang yang tidak suka menerima kekalahan apalagi sepecundang yang kemarin.”, jawab Abu bakar sembari menunjukkan perasaan tak senangnya terhadap hal kemarin, “karena itu aku menyuruh kalian untuk maju lagi tahun depan, agar kau bisa sedikit membalaskan kekalahan yang kemarin dan satu lagi aku ingin menantangmu nak, bagaimana ?”, tanya pak Dirman dengan nada yang agak ditinggikan, “boleh pak, apa tantangannya ?”, jawab Abu bakar dengan nada bersemangat, “ini tantangannya, jika kalian bisa memenangkan perlombaan itu sampai tingkat nasional maka saya akan mengakui kamu sebagai murid terbaik yang pernah saya ajar dan saya jamin nilai kamu akan menjadi yang terbaik dan tidak akan ada lagi murid yang saya ajar yang akan mendapat hasil lebih tinggi dari nilaimu, tapi… jika kau gagal maka kau harus mengakui kekalahanmu di hadapan semua orang dan harus siap untuk menjadi orang yang akan mendapat nilai paling rendah di antara semua orang yang saya ajar dan yang akan saya ajar, bagaimana ?”, dengan nada menantang pak Dirman mengajukan tantangannya kepada Abu bakar yang membuat Abu bakar terdiam sejenak sembari berpikir segala konsekuensinya yang kemudian dijawabnya dengan mantap, “oke sir, I’ll take it.”, pak Dirman sudah tahu tentang Abu bakar, bahwa dia adalah orang yang tidak suka dipencundangi dan tak suka menerima kekalahan tanpa perjuangan maksimal. Maka perbincangan mereka kali itu diakhiri oleh tiga hal, sebuah pertaruhan, jabat tangan, dan salam.

Jumat, 20 Agustus 2010

Fatah - Probability and memory part I

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمـَنِ الرَّحِيمِ

"10 menit lagi pesawat ini akan mendarat di Inggris, akan seperti apa kelak perjumpaan dengan sahabat lamaku ini..?" gumam Mustafa sambil memegang secarik kertas undangan di tangannya yang bertuliskan "Undangan Acara Pernikahan" dan di atasnya terdapat tulisan kecil "untuk sahabat yang selalu membantuku dan aku cintai, Mustafa" sekali lagi Mustafa membaca surat itu dan sebuah senyum kecil mengingatkannya pada sesosok pria Inggris.
sedikit guncangan menyandarkan Mustafa dari lamunannya dan tiba-tiba seorang pramugari yang cantik berkata dengan senyum manis "we have landed in London international Airport..." akhirnya pesawat tersebut dapat mendarat dengan sempurana di London, "Alhamdulillah ya Rabb." kalimat pertama yang terucap dari mulut Mustafa saat kakinya menapak di London,segera dia mengedarkan pandangan dan mencari temannya Sir Richard namun tak ada seorangpun yang berperawakan seperti dia, hingga tiba-tiba sebuah suara menyapa Mustafa dengan lembut "sir Mustafa ?" seorang pria Inggris yang cukup familiar di ingatan Mustafa, dia adalah Arnold - Butler keluarga Sir Richard - dengan sebuah topi dan jas hitamnya yang khas dia melemparkan sebuah senyum dengan penuh kehangatan "sir Mustafa, right ? it's been so long since the first time we met, still remember me ? " ucapnya lembut. " of course, how could i forget you Arnold ? my old friend hehe..." sambil mengalungkan sebuah pelukan hangat khas nya Mustafa kembali melemparkan senyumnya.
"please Sir, Sir Richard is waiting for you.” Sembari mempersilahkan masuk ke dalam sebuah mobil Rolls Royce Sir Richard dengan aksen halus khas orang Inggris, “Thank You Arnold, don’t be so formal. Hehe…”
Setengah jam perjalanan tak terasa telah berlalu, pemandangan yang diberikan oleh ibukota Inggris tersebut dapat menghilangkan penatnya waktu perjalanan yang ada dan tak terasa pula bahwa pemandangan di sekitar telah berubah menjadi sebuah bangunan besar yang megah, yah sebuah palace yang terakhir kali dikunjungi Mustafa 5 tahun lalu namun tetap terukir di pikirannya dengan jelas.
“Mustafa, my friend. Tak ingin memberikan sebuah pelukan bagi sobatmu ini…?” ucap Sir Richard ketika melihat Mustafa turun dari mobilnya. Secepatnya Mustafa menggerakkan kakinnya dan memberi sebuah pelukan hangat pada sobat lamanya.
“so, pestanya akan mulai 2 hari lagi dan kuharap kau mau menginap di sini. Well, tentu saja semua terserah kau lagi.. bagaimana ? “ ucap Sir Richard sembari menawarkan kepada Mustafa untuk menginap di rumahnya. “your home will be lovely.” Dengan sebuah senyum hangat tanda persahabatan Mustafa menerima undangan Sir Richard.
Malam yang cukup melelahkan bagi Mustafa, selepas makan malam yang hangat dan perbincangan kecil dengan teman lamanya. Mereka berpisah di tangga menuju lantai dua “you look so tired, pergilah beristirahat aku mungkin akan ke gereja di sebelah untuk beribadat sebantar jika kau ada keperluan, just call me okey.” Yah, Sir Richard adalah seorang kristiani yang taat namun dia tidak beribadat layaknya orang nasrani pada umumnya dia mengatakan bahwa Isa adalah seorang Nabi dan Maryam adalah seorang manusia biasa yang disucikan oleh Tuhan Allah, dia lebih mirip orang-orang nasrani yang berada di Syam pada masa Rasulullah, dia tidak memakan daging babi katanya ‘itu adalah makanan yang tidak sehat’, satu-satunya hal buruk yang tidak bisa dia tinggalkan adalah minuman keras mungkin karena merupakan sifat dasar orang-orang eropa.
“Assalamu alaikum warahmatullahi wa barakatu” salam yang dikeluarkan dari mulut Mustafa pertanda bahwa dia telah mengakhiri sholatnya. Sembari membuka tasnya Mustafa mengambil sebuah Mushaf Al-Qur’an dan mulai membaca satu surah sebelum tidur, Al-Ikhlas.
Mulutnya berhenti setelah berucap ‘Shodaqollahul adhim’ – Maha benar Allah dengan segala firman-Nya, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk “Excuse me, may I come in.” terdengar suara Sir Richard “yes, please” jawab Mustafa, dia pun bertanya tentang apa yang barusan dibaca oleh Mustafa dan Mustafa pun menjelaskan apa yang baru saja di bacanya, surah mengenai keesaan Allah dan kewajiban kita sebagai manusia meyakini tentang hal tersebut.
Terlihat kabut berada di sekitar mata Sir Richard, kemudian dia berkata “let me think about it for a while.” Sembari berjalan keluar. Mustafa kembali menggulang senyum hangatnya dan berkata “berilah dia petunjuk-Mu.”
Jam telah menunjukkan pukul 13:00, waktu terasa berjalan lambat ketika akhirnya Sir Richard meyakini Islam sebagai agamanya dan melakukan kewajiban sholatnya yang pertama. Mereka telah berkumpul di sebuah meja makan besar dan Sir Richard memperkenalkan anak satu-satunya Michael dia berkata “Mustafa, meet my son. Dia adalah anak kesayanganku dan yang paling tahu tentang aku…” kemudian dia mulai menceritakan tentang Michael yang ternyata seorang pemain opera berbakat dan tentang pernikahan Michael besok dengan seorang teman seprofesinya. Sir Richard mengatakan kepada salah seorang pelayannya Joseph “ no wine this time, it’s Haram. Right Mustafa ?” sembari memberikan anggukan kecil Mustafa menyatakan kestujuannya.
Sir Richard berkata bahwa hari ini dia mengalami kejadian yang aneh, hampir bertemu dengan malaikat maut. Pertama, ketika dia ingin mandi dan bahwa lantai kamar mandinya sangat licin sehingga membuat dia terpeleset dan hamper terbentur oleh westafel. Sembari tersenyum dia berkata “that’s why I don’t take breakfast, I was in treatment. Oh, yeah joseph apa makan pagi tadi telah kau berikan pada kucing manis kita ?” Joseph mengangguk pelan dengan datang membawa air di tangannya– pengganti wine yang biasa, Sir Richard berkata “let’s start our lunch.” Selesai Mustafa memimpin berdo’a dirinya dan Sir Richard – Michael masih berdo’a dengan cara kristiani. Sir Richard menengguk minuman pertamanya dan diikuti oleh yang lain, namun ada yang aneh tiba-tiba wajah Sir Richard terlihat begitu aneh seakan dia tak dapat bernafas dan dia pun tersungkur. Joseph segera memanggil dokter pribadi mereka dengan pakaian putihnya yang berkelabat dokter itu langsung memriksa Sir Richard dan dengan rona sedih dia mengatakan “he’s gone, dia terkena racun.” Kata-kata tersebut lantas membuat semua orang panic. Michael histeris sambil berteriak “NO WAY!! Who did that!!” kemudian dia kehilangan control atas dirinya dan akhirnya pingsan. Wajah Mustafa mulai berubah seakan dia baru melihat iblis, sembari berkata dalam banaknya “ada yang tidak beres di sini, ini pembunuhan !!”

Sabtu, 07 Agustus 2010

Support Ground Zero Mosque


ini pertama kalinya karya saya membahas masalah yang terjadi di dunia luar, namun saya rasa kali ini setiap orang harus bahu membahu untuk membantu dunia ini agar mereka lebih mengenal apa itu Islam. maksudnya bukankah dunia ini adalah tempat agar kita saling memahami satu sama lain dan lebih membuka mata atas perbedaan.
pembangunan mesjid di lokasi Ground Zero(dekat lokasi 9/11) bukan berarti umat Islam menyepelakan dan tidak menghargai para korban 9/11., mesjid tersebut saya yakin dibangun hanya berniat untuk lebih memperjelas keadaan umat Islam yang pada dasarnya cinta damai..
maka, dari itu dengan tulisan ini saya berharap agar orang-orang Indonesia mendukung pembangunan mesjid di Ground Zero, baik muslim ataupun non-muslim. karena ini menunjukkan keikhlasan kita dalam menerima perbedaan dan lebih menghargai satu sama lain.
terima kasih

Rabu, 04 Agustus 2010

Muhammad The Messenger


Muhammad The Messenger, sebuah novel sejarah yang tercipta dari kerja keras seorang penulis muslim Abdurrahman Asy Syarqawi.
novel yang merupakan karya terjemahan ini merupakan novel yang sangat menarik, bagai sebuah mesin waktu novel ini sanggup membawa anda kembali ke 1400 tahun yang lalu mengajak anda untuk lebih mengenal pendiri sekaligus pembaharu dunia Muhammad saw.
novel ini lebih menekankan sifat-sifat "kemanusiaan" nabi Muhammad, sehingga membuat kita sebagi seorang muslim atau muslimah tidak mengatakan "yah.. dia adalah seorang nabi, wajar kalau dia begitu alim.", tapi novel ini akan membuat anda mengatakan "perjuangan yang berat yang dilakukan oleh beliau harus aku lanjutkan, beliau makan, minum, menikah, tertawa, menangis dsb. aku pun begitu " namun di satu sisi novel ini tetap menunjukkan kemuliaan Rasulullah saw. "A must read novel" satu hal yang bisa saya katakan Abdurrahman Asy Syarqawi telah membuat kita melihat sirah nabawi dari sudut pandang yang berbeda, namun tetap membuat kita makin mengagumi Nabi Muhammad saw.

Jumat, 11 Juni 2010

Mahalnya Sebuah Hidayah Jum’at 28 Jumaadits Tsani 1431 H /10 Juni 2010

Cerita ini merupakan sebuah kisah yang saya alami baru-baru ini dan pertama kalinya saya alami dalam hidup saya. Hari ini adalah hari jum’at seperti biasa merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu untuk melakukan sholat Jum’at berjamaah, dan kali ini saya memutuskan untuk sholat di masjid At-Tin TMII(Taman Mini Indonesia Indah) yang kebetulan lumayan dekat dari tempat tinggal saya, walaupun di dekat tempat tinggal saya sendiri bersebelahan dengan mesjid.
Yah… seperti biasa ritual yang di lakukan oleh setiap orang yang hendak melakukan sholat kita harus berwudhu dahulu. Selepas berwudhu saya langsung naik ke lantai dua untuk bersiap menunggu sholat Jum’at dimulai. Sesampai di lantai dua saya langsung menunaikan sholat sunnah Tahiyyatul masjid, selepas sholat karena memang kondisi Jakarta pada saat itu lumayan panas dan saya kebetulan menggunakan pakaian double yang makin membuat gerah maka saya maju ke Shaf terdepan saat itu mesjid belum terlalu penuh karena masih pukul 11 dan satu hal yang saya sadari bahwa saya maju ke shaf terdepan tidak sepenuhnya karena menjalankan Sunnah Nabi Muhammad S.A.W., namun karena saya hanya mau ngadem di depan kipas angin. Sambil memerhatikan orang-orang di sekeliling yang sedang asyik membaca Al-Qur’an maka saya memutuskan untuk mengambil Al-Qur’an dan tadarrus yang saya rasa bukan karena keinginan saya untuk tadarrus namun lebih tepat karena rasa minder saya dan kebosanan untuk menunggu waktu sholat.
Akhirnya Adzan telah di kumandangkan dan Khatib telah naik mimbar, Khatib yang luar biasa menurut saya tema yang dibawakan beliau adalah Amanah dan itu luar biasa a two thumbs speech , beliau memang adalah orang yang hebat seorang murid dari ulama besar Prof. DR. Quraish Shihab, namun saya rasa kehebatan Jum’at kali ini bukan terletak pada waktu Sholat Jum’at, tapi pada sebuah kisah berikutnya yang telah membuat saya merasa sangat hina sebagai seorang muslim.
Menurut pada schedule yang ada di mesjid At-Tin akan ada dialog dan proses peng-Islaman selepas sholat Jum’at. Yah saya langsung turun saja selepas sholat Jum’at, namun tidak langsung pulang karena daerah sekitar mesjid sangat macet kalo selepas Jum’at, jadi saya memutuskan untuk selonjoran di lantai satu. Suara dialog dari lantai dua membuat saya tertarik dan memutuskan naik kembali ke lantai dua, dialog yang sangat interaktif. Selepas dialog ada proses peng-Islaman pada dua orang yang akan menjadi saudara baru say, tapi ada satu hal yang luar biasa yang dikatakan oleh khatib yaitu :”Hidayah adalah barang mahal dan yang punya barang mahal itu hanya orang tertentu, anda berdua adalah orang yang di pilih oleh Allah S.W.T. “ kata-kata itu langsung membuat saya tersontak seakan ada hal dalam jiwa ini yang mengatakan “saya adalah orang yang lebih hina dari kedua saudara baru saya, karena Allah memberi mereka Hidayah sedang saya yang sudah mengenal Allah sejak lahir dan mengakui nabi Muhammad sebagai Rasul tak dapat meneteskan air mata pada saya ditanya :”apa yang membuat anda memeluk Islam ?” , namun mereka dapat meneteskan air mata tersebut. Saya rasa kalau saya akan menjawab “karena saya memiliki orang tua yang beragama Islam” bukan seperti mereka yang menjawab :”karena ini adalah panggilan hati”.
Wassalam
Di buat oleh Muhammad Syafri

Senin, 24 Mei 2010

Sekilas tentang buku The Gate Of Heaven


Buku ini merupakan salah satu karya spektakuler yang pernah saya baca, sedikit synopsis tentang cerita yang telah membuat saya tidak bisa berhenti membaca dari halaman awal sampai akhir.
Buku ini menceritakan tentang bagaimana perjuangan para pejuang pecinta Syahid dari HAMAS dalam melawan aggressor laknatullah Zionis-Israel yang berusaha merabut tanah suci Yerussalem dari kaum muslimin, bagian yang paling istimewa dari buku ini adalah ketika Allah ingin menunjukkan kekuasaan-Nya dengan mengulang sejarah awal Islam dimana jumlah tak berarti kemenangan dan bagaimana serunya dan indahnya para pencari Syahid mendapatkan kemulian di sisi Rabb yang mulia.
Saya tidak bisa menceritakan panjang lebar tentang buku ini namun satu hal yang bisa saya katakan penulis buku ini dapat dengan memukau menggoreskan “tinta”nya dalam menceritakan kisah Epik, Roman dan Spiritual dalam lembar yang terbatas namun keindahan tak terkira.
Saya jamin bagi anda musllim sejati yang selalu mencintai negeri Akhirat anda tak akan menyesal membeli buku ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Minggu, 02 Mei 2010

Gaza no. 1 health center in the world

Seorang wartawan yang baru beberapa bulan bekerja di salah satu majalah terkenal di negera Arab menjelaskan bahwa Gaza adalah pusat kesehatan terbesar (The Biggest Health Center) di dunia. Ceritanya bermula ketika sekretaris pimpinan redaksi (Pemred) majalah itu memberitahukan bahwa wartawan bernama Sa’id itu harus segera menghadap sang Pemred. Dengan hati gembira, wartawan yang masih muda dan enerjik tersebut segera menghadap pimpinannya.


Sa’id diterima dengan sangat hangat oleh pimpinannya sambil berkata : Selamat datang wartawan muda…. Terbukti keberadaan Anda yang tidak begitu lama di Gaza telah membuktikan pada kami bahwa Anda adalah wartawan yang tangguh dan serius. Saya mewakili pimpinan media ini mengucapkan banyak terima kasih..


Sebagai imbalannya, saya memutuskan Anda menulis laporan utama untuk terbitan pekan depan terkait dengan blokade terhadap Gaza yang dilakukan oleh Yahudi dan pemerintah Mesir. Sa’idpun menjawab dengan penuh semangat : Terima kasih pak atas kepercayaan yang diberikan kepada saya. Semoga saya bisa melaksanakan tugas mulia ini dengan baik dan maksimal. Tema Gaza ini memang menjadi konsentrasi saya sejak saya diterima bekerja di majalah ini.


Sa’id melanjutkan ungkapan kegembiraannya : Saya akan tulis semua hal terkait dengan Gaza secara detail karana saat ini hati kaum Muslimin sedunia memang sedang terluka dan bersedih melihat blokade terhadap Gaza.


Sambil menganggukkan kepala, sang Pemred berucap; Anda benar, Anda benar… lalu Sa’id berkata : Saya akan mulai segera dan akan buat tulisan-tulisan yang akan menggema ke seluruh penjuru dunia, insya Allah…Barakallahu fika ya akhi… (semoga Allah memberkahimu saudaraku), ucap sang Pemred tadi. Namun, sebelum Anda mulai menulis, ada beberapa catatan kecil yang perlu Anda perhatikan. Sai’id segera beratanya : Apakah catatan kecil itu pak?

Lalu sang Pemred meneruskan: Andakan tahu bahwa majalah kita ini tidak didukung oleh tokoh-tokoh besar di negeri ini. Maksudnya? Kata Sai’d, sambil menyela perkataan pimpinannya itu. Maksudnya, tulisan Anda jangan sampai menyinggung pemerintahan Arab yang terlibat memblokade Gaza dengan penuh semangat dan begitu aktif.. Semoga Allah meridhai Anda..Kita tidak mau bermasalah dengan para inteligen negera-negara Arab yang ikut memblokade Gaza… Bisa-bisa kita dituduh merusak hubungan persaudaraan antar negara-negara Arab, kata Pemred itu..


Sambil melepaskan nafas panjangnya, Sai’d menjawab : Yaach… Oke pak. Saya akan jaga catatan itu, kendati saya melihat hubungan persaudaraan negara-negara Arab tidak akan bisa dirusak oleh siapapun…Lalu sang Pemred meneruskan arahannya :

Barakallhu fik… Tapi, ada catatan kecil lagi yang tak kalah pentingnya yang perlu Anda ingat. Apa itu? Jawab Sa’id… Andakan tahu bahwa distribusi majalah kita bukan hanya di negera-negara Arab, akan tetapi juga di negara-negara Eropa dan Amerika. Kita tidak mau dituduh mendukung terorisme sehingga majalah kita dilarang beredar di sana. Sebab itu, dalam tulisan nanti, Anda jangan sama sekali menyinggung perlawanan bangsa Palestina terhadap Israel dan hak mereka untuk memerangi penjajah Yahudi… Kita tidak mau menghadapi banyak masalah…Nanti kita dituduh mendukung teroris. Oke? Semoga Allah meridhai Anda. Kata Pemred majalah tersebut.


Mendengar keterangan pimpinannya, Sa’id menjawab : Baik pak! Padahal dalam hatinya berkata : Sadis amat Pemred ini, mau membela Gaza, tapi tidak boleh ini dan tidak boleh itu? Dalam hatinya ia berkata : Aku tidak mengerti bagaimana cara membela masyarakat Gaza yang tak punya senjata menghadapi pasukan teroris Israel yang dilengkapi dengan berbagai senjata canggih itu?

Sa’id mengira ceramah Pemrednya selesai. Tiba-tiba ia dikagetkan lagi dengan ungkapannya : Kita tidak boleh menyinggung oarng-rang kaya Arab dan bagaimana mereka menghabiskan uang mereka jutaan dolar AS untuk pesta kembang api, pesta artis, penyanyi di saat penduduk Gaza mati kelaparan. Andakan tahu sumber pendapatan majalah kita dari iklan. Bila orang-orang kaya itu tersinggung dan marah pada majalah kita, kita tidak akan mendapatkan iklan mereka.. Anda mengerti kan? Kita belum siap kelaparan seperti penduduk Gaza. Oke?


Mendengar ungkapan terakhir itu, Said tidak bisa lagi menyembunyikan marahnya, lalu ia berkata. Oke Bos… Masih ada perintah lain? Tanya Sa’id. Sebenarnya tidak ada lagi. Saya sebenarnya tidak mau banyak menasehati Anda… Ingat ya! Jangan bicara soal anak-anak Gaza yang sedang berjuang menghadapi kematian karena kelaparan dan serangan berbagai penyakit. Anda tahukan bahwa media Arab sibuk mengurusi kontes kecantikan hewan ternak. Sedangkan media Barat sibuk pula meliput anjing yang ditemukan pasukan Amerika di Irak, bahkan mereka meminta agar pemerintah Barack Obama meberikan suaka poltik agar anjing tersebut bisa masuk dan menjadi warga negara Amerika.. Masalah ini juga jangan Anda singgung. Nanti organisasi penyayang hewan dunia bisa marah kepada kita. Mengerti? Kata Pemred itu kepada Sa’id.

Di muka Said memancar warna kemerahan pertanda marahnya sudah memuncak. Namun, karena Sai’id seorang yang taat ibadah, ia bisa menahan marahnya. Lalu ia memuji Allah sambil berkata : Subhanallah… Apalagi perintahnya Bos? Bosnya dengan tenang menjawab : Tidak ada lagi, hanya itu saja, bagi saya sudah cukup. Lalu Sa’id menimpali perkataan bosnya : bapak yakin tidak ada lagi perintah lain? Kitakan tidak ingin orang lain marah karena tulisan kita kan?


Mendengar pertanyaan itu, sang Pemred ingat lagi masalah lain yang tak boleh disinggung sambil berkata : Oh ya, karena Anda ingatkan saya, saya masih punya larangan lain yakni, terkait dengan dialog antar agama yang akan diadakan di Negara kita bebrapa hari lagi. Kita tidak mau dituduh oleh para promotornya sebagai penghalang acara tersebut. Sebab itu, Anda jangan sama sekali menyinggung kaum Yahudi dan penindasan mereka terhadap bangsa Palestina serta penghinaan mereka terhadap tempat suci kaum Muslimin. Nanti para penggagas dan pendukung dialog antar agama bisa marah pada majalah kita loh!. Dengan suara keras, Sa’id menjawab : OKE BOOOSS?

Akhirnyanya Sa’id keluar dari ruangan pimpinannya dalam keadaan marah besar karena dia ditugaskan menulis tentang kenyataan yang ada di Gaza, akan tetapi dengan seribu satu pantangan…Namun Sa’id tidak kehabisan akal, karena ia seorang wartawan cerdas. Tanpa melanggar perintah bosnya, ia menulis laporan utama terkait Gaza dan keesokan harinya ia serahkan hasil tulisannya itu kepada pimpinannya agar dikoreksi sebelum diturunkan. Isi tulisannya ialah :


Gaza adalah The Biggest Health Center and NO.1 di dunia. Penduduknya menghabiskan hari-hari mereka dengan sangat bahagia setelah memutuskan untuk mengikuti nasehat para ahli kesehatan moderen agar tidak mengkonsumsi makanan yang menyebabkan kolesterol tinggi, tekanan darah naik, dan kegemukan. Demikian pula, mereka berhasil menghindari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan yang disebabkan bahan bakar minyak dan zat kimia lainnya. Untuk itu, mereka menerapkan olah raga berjalan kaki yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan akal, khususnya bagi para manula, orang cacat, orang sakit dan para wanita hamil.

Adapun rumah sakit dan tempat-tempat pelayanan kesehatan sudah ditutup, karena sudah terbukti dan tidak perlu diragukan bahwa obat-obat tradisional alias moderen adalah penyebab munculnya berbagai penyakit dan membunuh daya imunitas tubuh. Sebab itu, para penduduk Gaza kembali mengkonsumsi obat-obatan yang terbuat dari daun kayu dan rumput-rumputan atau apa yang disebut dengan alami atau herbal karena mengikuti petuah atau metode pengobatan kuno, atau konsep, back to nature.


Sebab itu, penduduk Gaza menjadi orang-orang yang kuat dan sehat sehingga mampu menggali terowonngan sepanjang belasan kilometer, pemberani, dan seakan tidak mempan senjata canggih, kendati dihujani dengan white phosphor lebih dari 1.5 juta kg. Karena itu pulalah semua penduduk Gaza, laki-laki, wanita dan anak-anak banyak mengucapkan terima kasih pada pemerintah yang ikut memblokade mereka. Boikot dan blokade itu telah menyebabkan mereka menemukan jalan hidup (life style) yang sehat wal afiat dan jauh dari godaan peradaban yang merusak kesehatan, baik fisik maupun akal.

Yang lebih utama, mereka meminta pada Allah agar Allah memberikan kesempatan pada para pemimpin negera yang ikut memblokade Gaza, isteri-isteri dan anak-anak mereka agar dapat kesempatan menerapkan pola hidup sehat seperti yang mereka lakukan sejak beberapa tahun belakangan.


Demikian juga, penduduk Gaza berterima kasih pada pemerintahan Israel yang dengan terpaksa menugaskan ribuan pasukannya untuk mengontrol dan meyakini tidak sampainya bantuan dan bahan-bahan yang berbahaya - seperti yang dijelaskan sebelumnya- ke Gaza. Semoga blokade itu mejadi faktor kebaikan yang banyak bagi Gaza dalam segala hal dan turunnya pertolongan dari Allah.

Amin yaa Robb.… (fj/zadalebad.com)
sumber : www.eramuslim.com